ADA perbedaan yang mencolok saat sepasang mata mengamati karya-karya milik Nesar Eesar dan Mujahidin Nurrahman. Eesar, eksil asal Afghanistan yang kini bermukim dan berpraktik seni di Bandung, lebih blak-blakan untuk menghadirkan situasi manusia yang terlunta-lunta dan terapung dengan pelampungnya di tengah perairan.
Sambil membubuhi daratan berpasir yang terbakar, kendaraan perang yang mengintai, hingga jenazah berkain kafan biru yang, meski kecil, mencuri perhatian dalam kanvas panjang. Sementara itu, Mujahidin menempelkan pola arabesnya, pola geometri khas Islam yang kerap menghias dinding-dinding masjid di Indonesia, dengan beragam senjata api.
Keterbukaan Eesar barangkali lebih diperuntukkan menunjukkan intensinya pada situasi krisis akibat berbagai konflik perang yang melanda negaranya. Kepekaan itu juga tentu saja berangkat dari dalam diri, sebagai orang yang mengalami rentetan konflik kekerasan dan me....