OPINI

Kekeliruan dalam Menyikapi UU Tipikor

Jum, 06 Mei 2022

SEJAK di bangku kuliah semester pertama, telah diajarkan dengan berwanti-wanti kepada kita bahwa asas legalitas dalam hukum pidana merupakan pilar hukum pidana yang utama karena pilar hukum pidana tersebut merupakan bangunan dasar berdiri tegaknya negara hukum. Di dalam asas legalitas itulah, penerapan hukum pidana dilarang ditafsirkan diperluas, selain apa yang telah tertulis di dalamnya (lex scripta), apa yang harus dibaca sesuai apa yang tertulisnya (lex stricta), dan apa yang telah dijelaskan di dalam norma undang-undang (hukum pidana) di dalamnya.

Penerapan UU pidana (hukum pidana) yang bertentangan dengan pilar hukum asas legalitas dan asas-asas hukum lainnya mutatis mutandis penerapan tersebut batal demi hukum (van rechts nieteg) dan tidak sah. Praktik hukum kekinian, terutama dalam peradilan perkara tipikor telah terbiasa terjadi dengan ketentuan hukum acara pidana dalam UU Tipikor telah menyimpang terlalu jauh dan amat sulit dihentikan dan dikembalikan kepada asal mula dilahirkannya ketentuan itu.

Ketentuan tersebut ialah ketentuan Pasal 14 UU Tipikor yang menyatakan sebagai berikut, Pasal 14, 'Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-undang yang secara tegas menyatakan, bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang itu sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini'. Ketentuan itu mensyaratkan dua hal di dalam menerapkan ketentuan UU Tipikor. Pertama, bahwa UU Tipikor hanya berlaku terhadap pelanggaran atas ketentuan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8. Juga, Pasal 9, Pasa....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement