DALAM praktik hukum pidana telah tampak inkonsistensi antara das sollen dan das sein yang membawa dampak ketidakpastian, ketidakadilan, dan bahkan tidak bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Tujuan kepastian dari hukum dimaksudkan adanya kedekatan antara das sollen dan das sein sekalipun tidak diharapkan adanya 100% dalam suatu peristiwa hukum, antara apa yang tertulis dan kenyataannya.
Merunut sejarah perkembangan hukum pidana berasal dari Prancis yang kemudian diadopsi Belanda 1881 Wetboek van Strafrecht Netherland. Asas legalitas dalam wujud nyata terdapat pada Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengandung arti tiada tindak pidana tanpa suatu undang-undang pidana yang mengaturnya (nulllum crime sine lege); tiada pidana tanpa undang-undang pidana (nulla poena sine lege), dan tiada pidana tanpa kejahatan (nulla poena sine crimen).
Penjelasan lebih lanjut dari ketiga makna asas legalitas itu ialah, pertama, undang-undang pidana harus memenuhi le scripta (tertulis), lex stricta (dibaca apa yang ditulis), dan lex certa (jelas). Kedua, undang-undang pidana tidak berlaku surut (non-retroaktif) kecuali menguntungkan terdakwa. Penafsiran analogi tidak dibolehkan, yaitu penerapan ketentuan pidana atas suatu peristiwa pidana yang mirip-mirip sama pada prinsipnya dengan peristiwa pidana yang telah terjadi, tetapi b....