Ratusan orang duduk meriung berdesakan memadati arena Amphiteater tempat dilaksanakannya pertunjukan kesenian di Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan, Jakarta. Berbagai jenis kesenian disajikan pengelola untuk menghibur sekaligus mengenalkan kebudayaan Betawi kepada masyarakat agar tidak melupakan akar sejarah peninggalan nenek moyang.
Etnik Betawi yang notabennya merupakan tuan rumah yang tinggal di Ibu Kota Jakarta kini lambat laun keberadaannya makin tersingkir dan terdesak minggir. Itulah salah satu ironi Jakarta yang nyaris tak memiliki kawasan permukiman khusus yang merefleksikan jati diri mereka sebagai penduduk asli Betawi. Dari puluhan bahkan ratusan perkampungan Betawi yang pernah ada, kini tinggal perkampungan Betawi di Condet, Jakarta Timur, dan Setu Babakan di Jakarta Selatan.
Perkampungan Betawi Setu Babakan menempati areal seluas 289 hektare, yakni 65 hektare di antaranya milik pemerintah. Dari 65 hektare itu, kawasan yang sudah dikelola baru 32 hektare. Perkampungan yang didiami setidaknya 3.000 kepala keluarga yang sebagian besar penduduknya ialah asli Betawi ini merupakan embrio pusat kebudayaan Betawi, yang mempertahankan keasrian alam, dan tradisi Betawi yang meliputi keagamaan, kebudayaan, dan kesenian Betawi.
Kawasan ini menjadi tempat wisata favorit warga Jakarta dan sekitarnya untuk melepaskan penat setalah berjibaku dengan kerasnya kehidupan. Selain pertunjukan seni budaya di kampung yang masyarakatnya masih mempertahankan budaya dan cara hidup khas Betawi ini pengunjung bisa menikmati wisata air.
Wisatawan dapat menyewa perahu untuk menyusuri dan mengelilingi danau serta beberapa wahana permainan. Pihak pengelola juga menyediakan sepeda air yang dapat disewa oleh wisatawan.
Mereka yang senang sejarah bisa menghabiskan waktu di Museum Budaya Betawi yang menyajikan beragam produk budaya, seperti lukisan, benda-benda antik, bir pletok, alat musik klasik....