BERBAGAI kalangan menyayangkan pemberian diskon vonis terhadap eks Ketua DPR Setya Novanto atau Setnov oleh majelis peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung (MA).
“Sudah selayaknya pelaku tindak pidana korupsi dihukum setinggi-tingginya atau seberat-beratnya seperti yang pernah dilakukan oleh mendiang Hakim Agung Artidjo Alkostar, bukan dihukum dengan seringan-ringannya,” kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak di Jakarta, kemarin.
Dia pun membandingkan kondisi saat ini. “Saat almarhum Artidjo Alkostar menjadi hakim agung, banyak terdakwa tindak pidana korupsi yang mengajukan permohonan kasasi atau PK, dalam putusan kasasi atau PK, hukumannya diperberat,” ucap Tanak.
Majelis PK MA mengabulkan permohonan Setnov dalam kasus korupsi pengadaan KTP-E. MA mengurangi sejumlah hukuman yang diputus oleh pengadilan tindak pidana korupsi selaku pengadilan tingkat pertama pada 24 April 2018.
Putusan yang digelar pada Rabu (4/6) oleh majelis PK yang diketuai Surya Jaya dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono itu antara lain memotong vonis Setnov dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun penjara.
Mereka juga mengurangi hukuman berupa pencabutan hak politik Setnov dari lima tahun menjadi 2,5 tahun setelah menjalani masa pemidanaan.
Namun, vonis PK tetap membebankan uang pengganti sebesar US$7,3 juta dikurangi Rp5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik KPK.
BIKIN MARAH PUBLIK
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, menyebut putusan PK terhadap Setnov sungguh mengecewakan dan memprihatinkan.
"Ini, kan, perbuatan pidananya terbukti, kemudian juga tidak ada satu hal yang bisa menjadi alasan untuk mengabulkan PK. Tidak terlihat ada pertimbangan hukum yang logis yang kemudian menyebabkan kenapa PK ini harus dikabulkan," kata Zaenur.
Ia mengingatkan, prinsip dasar PK ialah upaya luar biasa yang dapat ditempuh karena terpidana memiliki bukti baru. Adapun novum pada PK seharusnya menjadi instrumen penting yang jika diketahui sejak awal kasusnya diusut akan memengaruhi putusan pengadilan sebelumnya. "Menurut saya, ini sungguh memprihatinkan. Tentu sangat mengecewakan, bahkan ini biki....