PADA Kamis (24/2), Eropa terbangun dengan adanya berita tentang serangan militer Rusia ke Ukraina. Serangan dengan skala penuh tersebut dilancarkan ke sejumlah wilayah di Ukraina seperti Kyiv dan Kahrkiv. Hal tersebut dilakukan setelah adanya pengakuan Moskow terhadap dua wilayah di timur Ukraina, yaitu Luhansk dan Donetsk sebagai wilayah yang merdeka tiga hari sebelumnya.
Serangan konvensional menggunakan kekuatan bersenjata ini merupakan puncak ke-2 dari ketegangan yang terjadi antara Rusia dan Ukraina sejak pecahnya Uni Soviet pada 1991. Pada 2014, Rusia dan Ukraina juga terlibat konflik bersenjata di wilayah yang juga berada di bagian timur Ukraina, yaitu Krimea. Setelah adanya aneksasi atau pendudukan yang dilakukan Rusia terhadap Krimea pada tahun tersebut (lihat Resolusi Majelis Umum PBB 68/262), ketegangan antarkedua negara ini sempat 'membeku' dan pada akhirnya kembali mencair menjadi perang terbuka seperti yang sedang berlangsung saat ini.
Dengan kata lain, konflik Rusia-Ukraina ini tidaklah terjadi secara kebetulan dan tiba-tiba. Ada sejumlah faktor eksternal dan internal disertai alasan-alasan politis yang begitu kompleks menjadi sebab-musabab dua negara itu berada dalam pusaran konflik selama betahun-tahun lamanya. Yang terbaru ialah adanya keinginan pemerintah Ukraina bergabung dengan NATO seperti yang sudah dilakukan dua negara tetangganya, Polandia dan Rumania. Bagi Moskow, rencana Ukraina tersebut dianggap 'terlalu berani' karena dapat membahayakan dominasi militer dan hegemoni politik regional Ru....