Kusta ialah penyakit penuh teka-teki yang telah dikenal sejak zaman kuno dan abad pertengahan. Meskipun penyebab kusta, yaitu Mycobacterium leprae (M leprae) sudah ditemukan sejak 1873, tetapi hingga akhir 2022, masih terdapat 15.239 penderita kusta baru di Indonesia. Dari semua penderita baru yang terdeteksi, 5,69% mengalami disabilitas tingkat dua. Dari 34 provinsi, 6 provinsi belum mencapai eliminasi kusta. Padahal, secara nasional Indonesia telah mencapai status eliminasi kusta tahun 2000 (prevalensi kusta <1 per 10.000 penduduk).
Salah satu ganjalan terbesar mencapai eliminasi kusta secara menyeluruh ialah leprostigma. Sumber leprostigma bisa dari stereotip agama, bahasa, dan kesalahpahaman. Leprostigma menyebabkan penderita kusta aktif menunda atau enggan berobat. Padahal, ini sangat berbahaya bagi penderita kusta karena kurangnya pengobatan pada tahap awal dapat memperburuk gejala, meningkatkan komplikasi, meningkatkan penularan kontak dekat, dan meningkatkan risiko kecacatan.
Untuk mengurangi leprostigma maka perlu mengubah paradigma penanganan kusta. Dari catatan sejarah, sejak Armauer Hansen menemukan M. leprae sebagai penyebab kusta, penanganan kusta termasuk leprostigma masih pasang surut hingga kini. Misalnya, sidang World Health Assembly 1991 menetapkan resolusi eliminasi kusta tahun 2000 menggunakan prevalensi <1 per 10.000 penduduk sebagai patokan. Namun, meskipun prevalensi kusta bisa ditekan, setiap tahun tetap muncul penderita kusta baru. Di tahun 2000-SDGs, penanganan kusta mulai berfokus pada paradigma sindemik, yang mana kusta merupakan isu cross cutting sehingga penanganannya mesti paralel dengan upaya mengurangi determinasi faktor nonmedis seperti kemiskinan, sanitasi buruk dan literasi. Namun, stigma tetap saja masih terjadi. Terbaru adalah inisiatif Global Leprosy Strategy 2021- 2030 menuju zero leprosy tahun 2030, tetapi empat pilar GLS, yaitu (1) melaksanakan peta jalan zero leprosy secara terintegrasi; (2) meningkatkan kegiatan pencegahan dan penemuan kasus secara aktif yang terintegrasi; (3) melakukan tata laksana kusta dan komplikasinya serta mencegah disabilitas baru; dan (4) memerangi stigma dan menghormati....