SULIT menjadi Indonesia karena harapan selalu membuncah. Di tengah harapan Indonesia dibangun, yang terjadi ialah pembangunan di Indonesia, bukan pembangunan Indonesia. Ekonomi memang tumbuh, tetapi rakyat tertinggal jauh. Masih banyak yang terseok-seok di lantai emas. Pembangunan di Indonesia hanya berupa menara tak terjangkau, sementara sang rakyat masih menatap nanar tak berdaya.
Membuat ekonomi digdaya adalah satu hal, rakyat yang berdaya adalah hal yang lain. Idenya, membuat semuanya bertalian, saling mengikat erat untuk ekonomi yang berdaya dan tak sekadar digdaya. Inilah paradoks yang terus menjadi tantangan: bagaimana menjadikan ekonomi Indonesia bukan sekadar besar dan kuat, tetapi juga berdaya untuk seluruh rakyatnya.
Pemerintah pun punya target tinggi, mencapai pertumbuhan 8%. Sejuntai pikir pun berkerut mengingat rata-rata pertumbuhan ekonomi dalam sepuluh tahun terakhir (di luar masa pandemi) ialah 5,07%. Sepertinya memang kita terantuk tembok besar, menyetop daya bangun bangsa. Oh, tetapi jangan-jangan memang tembok besar itu harus dijebol, karena selama ini masih terikat konsep pembangunan yang ekstraktif, menge....