PEMERINTAH menilai perlunya aturan setingkat UU untuk mengatur status dan segala ketentuan tentang ojek online (ojol), termasuk soal kesejahteraan pengemudi ojol.
“Satu usulan yang baik agar landasan UU itu dibuat, kami setuju untuk diberlakukan, kami juga sangat concern dengan apa yang dimintakan oleh para pengemudi ojol,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.
Hal itu disampaikannya saat merespons tuntutan dari para pengemudi ojol se-Jabodetabek yang kemarin menggelar unjuk rasa. Dalam aksi itu, para pengemudi ojol menuntut status hukum pekerjaan mereka diatur oleh UU.
Menurut Menhub, perlu ada ketentuan dalam UU mengenai perlindungan dan kesejahteraan para pengemudi ojol. Hal itu karena saat ini jumlah pengemudi ojol sangat banyak dan memengaruhi transportasi umum dan konektivitas masyarakat.
“Apa (pendapatan pengemudi ojol) yang didapat itu memang sangat dibutuhkan keluarganya. Bahkan ada mere ka-mereka yang disabilitas, kami apresiasi itu,” ujar dia.
Budi mengatakan akan berkomunikasi dengan DPR untuk mengevaluasi ketentuan di UU yang bisa mengakomodasi kebutuhan para pengemudi ojol.
Saat ini, UU No 22/2019 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) belum mengatur penggunaan kendaraan roda dua sebagai sarana transportasi umum untuk mengangkut penumpang dan barang.
Aturan terkait kendaraan roda dua saat ini hanya diatur dalam ketentuan setingkat peraturan menteri yakni Peraturan Menteri Perhubungan No 12/2019.
Terkait dengan tuntutan perlunya aturan tarif layanan antar barang dan makanan yang disuarakan pengemudi ojol, Menhub mengatakan hal itu merupakan domain Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
“Kalau tarif, itu di Kominfo, rekan-rekan bisa tanya ke Kominfo. Kalau Kemenhub, kami domainnya adalah keselamatan,” ujar Budi.
Ketua Aliansi Driver Online Banten Bergerak (Dobbrak) Aguschupliez mengapresiasi sikap Menhub tersebut. Menurutnya, pemenuhan status hukum pengemudi ojol dengan adanya kedudukan hukum (legal standing) berupa UU sudah mendesak keberadaannya saat ini. Legal standing tersebut diperlukan agar perusahaan aplikator tidak berbuat semaunya terhadap mitra ojol dan kurir.
“Kami butuh UU sebagai payung hukum bagi pekerjaan yang saat ini digeluti jutaan orang. Dari dulu kami selaku pengemudi ojol menginginkan adanya suatu regulasi yang melindungi kami,” ujarnya.
Ia berharap UU itu nantinya dapat berdiri di atas semua kepentingan, baik kepentingan perusahaan aplikasi ojol maupun pengemudi ojol.
“Regulasi yang kami mau adalah regulasi yang benarbenar menjamin pendapatan, kesejahteraan, dan melindungi kami. Bukan regulasi yang nantinya hanya menguntungkan a....