NUSANTARA

Nasi Kapau Simbol Nagari Sukses Membuana

Rab, 30 Mar 2022

AROMA harum nasi Kapau di balik dapur para pedagang di Nagari Kapau begitu menggoda dan membuat ingin makan. Pagi hingga malam hari, tungku kayu api di warung-warung makan nasi Kapau terus menyala.

Salah seorang penjual nasi Kapau, Mes, tidak sendirian bersiap diri menuju pasar di Los Lambuang, yakni Pasar Lereng, Kota Bukittinggi. Di Nagari Kapau, Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam, ada sekitar 60 pedagang nasi Kapau yang tiap pagi bepergian ke sejumlah pasar tradisional. Bukan saja di sekitar Bukittinggi dan Agam, melainkan juga melaju jauh hingga Pasaman, Tanah Datar, Payakumbuh

Misalnya, nasi Kapau Evi sudah bersiap-siap ke Pasar Kumpulan, Kabupaten Pasaman, yang jaraknya 52 km dari Kapau. Hari pekannya tiap Kamis, hal yang menjadi alasan Evi menjual nasi di sana.

Sementara itu, Ovia Roza, berangkat ke Terminal (Pasar) Aur Kuning, Bukittinggi, sekitar 4 km dari Kapau. Namun, sebagian pancipanci berisi lauk yang dibawanya dengan angkot itu diturunkan di kedai nasi seperti restoran, tak begitu jauh dari rumahnya di jalan utama Kapau.

Empat bulan terakhir, Roza dengan merek dagang Nasi Kapau Roza membuka restoran nasi Kapau di kampung, sebagai cabang Nasi Kapau Roza di Aur Kuning.

Roza merintis sendiri usaha nasi Kapau. Ia belajar secara auto didak dengan menimba ilmu masakan Kapau dari orangtuanya yang sehari-hari berdagang ketupat Kapau. Sudah 15 tahun Roza berjualan di Aur Kuning dan usahanya berkembang. Lalu ia beli tanah di Koto Panjang, Simpang Rawang, tak begitu jauh dari rumahnya di Kapau.

“Membuka usaha nasi Kapau di kampung sendiri karena sudah menjadi jalan alternatif dari Bukittinggi ke Payakumbuh jika macet di ruas jalan utama. Konsepnya rumah makan, buka jam 9 pagi, tutup jam 6 sore,” kata Roza.

Kini Roza mempekerjakan 10 orang, empat orang di antaranya tukang masak. Omzetnya bila hari pecan Bukittinggi, yaitu Rabu dan Sabtu, rata-rata Rp10 juta. Sementara itu, hari biasa, rata-rata Rp5-Rp8 juta. Untuk rumah makan yang baru dibukanya di kampung berkisar Rp2 juta.

Dengan pendapatan itu, Roza mampu mengantarkan anaknya ke bangku kuliah. Suaminya yang berprofesi sebagai sopir angkot pun sudah pensiun pada 2010 kemudian ikut membantu jualan nasi Kapau.

Tak tersedia data pasti kapan orang Kapau menjadikan nasi dan aneka lauknya sebagai komoditas. Foto lawas di Pasar Payakumbuh pada permulaan abad 19 menunjukkan penjual nasi mirip dengan cara orang Kapau berjualan nasi saat ini. Mungkin ini gambaran penjual nasi Kapau pada masa lalu.

Cerita awal kemunculan nasi Kapau dari para orang tua Kapau dimulai pada saat era penjajahan Belanda. Orang Kapau di masa zaman perjuangan itu sedikit di antaranya yang bisa menyediakan nasi untuk para pejuang maupun aktivitas sosial seperti gotong royong di masa itu.

Masakan orang Kapau dinilai enak, lalu tersiar ke mana-mana. Karena itu, bermunculan anjuran agar orang-orang Kapau buka lepau nasi saja. Versi lain ada yang mengatakan orang Jorong Dangkek Paninjauan yang memulai jualan nasi. Kemudian diikuti Jorong lainnya, seperti Parak Maru, Korong Tabij, Koto Panjang, dan lainnya.

Namun, sebetulnya cara-cara orang Minang berdagang nasi dari pekan ke pekan juga demikian. Berjualan di los, dengan ragam laut ditumpuk dengan wadah panci atau kadang di atas helai papan. Sementara itu, pembeli atau mereka yang makan di tempat, duduk lesehan dan sebagian dibangku jika ada....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement