POLKAM

Pelaku Diberi Impunitas Akuntabilitas bagi Korban Dihapus

Sab, 27 Mar 2021

MARIA Katarina Sumarsih, ibu dari korban Tragedi Semanggi Bernardus Realino Norma Irmawan, menolak pembentukan Unit Kerja Presiden Peristiwa Pelanggaran HAM Berat (UKP PPHB).

Menurutnya, langkah tersebut hanya akan memberikan impunitas bagi para pelaku pelanggaran HAM dan menghapus akuntabilitas bagi korban serta keluarga korban yang mencari keadilan.

“Di dalam draf rancangan Peraturan Presiden UKP PPHB, tidak ada defi nisi tentang pelaku pelanggaran HAM berat. Defi nisi inklusif tentang korban juga tidak ditemukan,” ujar Sumarsih dalam surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo, Kamis (25/3).

Selain itu, Sumarsih melihat ada banyak kejanggalan dalam upaya pembentukan UKP PPHB.

Sedianya, unit kerja tersebut secara eksplisit dibentuk untuk membuka jalan bagi berdirinya Komite Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Namun, di sisi lain, pemerintah tidak memiliki landasan hukum yang sah lantaran UU KKR telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 2006.

Kejanggalan lainnya sampai unit kerja terbentuk, pemerintah masih mendelegasikan Tim Terpadu Dugaan Penanganan Pelanggaran HAM untuk melaksanakan tugas dan fungsinya. Padahal, tim tersebut telah melakukan malaadministrasi saat deklarasi damai dan pemberian bantuan korban pelanggaran HAM kasus Talangsari.

Lebih parahnya lagi, Jaringan Solidaritas Korban dan Keadilan (JSKK) sebagai wadah gerakan korban pelanggaran HAM berat sama sekali tidak pernah dilibatkan atau diajak bicara dalam perumusan draf rancangan Perpres UKP PPHB.

“Kami baru tahu dari pihak lain. Tidak ada ruang rekognisi dan apresiasi terhadap kerja advokasi para keluarga korban terutama setelah pertemuan dengan Presiden Jokowi pada 2018 silam,” ucap Ketua Presidium JSKK itu.

Dengan semua kejanggalan tersebut, Sumarsih meminta Kepala Negara untuk membatalkan rencana pembentukan UKP PPHB melalui mekanisme non-yudisial. Ia juga meminta Presiden untuk memerintahkan Jaksa Agung membentuk tim penyidik guna menindaklanjuti hasil rekomendasi Komnas HAM.

“Terakhir, kami meminta Presiden menerbitkan keputusan presiden terkait mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat melalui jalur yudisial, sesuai mekanisme yang tercantum dalam UU Pengadilan HAM.’’

....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement