HUMANIORA

Perempuan juga Makhluk Intelektual dan Spiritual

Kam, 17 Okt 2024

SUDAH 20 tahun Indonesia memiliki aturan untuk melindungi warga negara dalam kasus kekerasan. Baik itu melalui UU No. 23/2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak, sampai UU 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang peraturan pemerintahnya belum lengkap. Tetapi tetap saja masih banyak warga negara yang mengalami tindak kekerasan yang dimaksud.

“Dalam momentum ini sepatutnya kita perlu mengevaluasi kasus kekerasan seksual yang sedang dialami oleh para perempuan Indonesia baik dewasa maupun anak-anak,” ungkap Direktur Sarinah Institut, Eva Kusuma Sundari dalam Forum Diskusi Denpasar (FDD) 12 bertajuk ‘Membangun Kesadaran Advokasi: Melawan Budaya Damai dan Menutup AIB’, kemarin.

Dari data Kementerian PPPA tentang survei pengalaman hidup perempuan pada 2021, Eva menyoroti mengenai laporan adanya penurunan kasus KDRT. Tetapi data Mabes Polri menunjukkan ada peningkatan kekerasan yang dialami perempuan sesuai laporan yang diterima Kepolisian.

Di tempat yang sama, Komisioner Komnas Perempuan, Tiasri Wiandani mengamini bahwa sudah banyak kebijakan yang dibuat untuk melindungi perempuan, akan tetapi kasus kekerasan terhadap perempuan terus terjadi dan meningkat.

Dengan regulasi yang ada di Indonesia sampai saat ini yang dikatakan sebetulnya sudah cukup baik, sayangnya masih banyak kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dan hal ini didasarkan pada kontribusi budaya patriarki terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia. “Kebijakan juga masih bias gender meskipun sudah ada untuk memenuhi perlindungan terhadap perempuan.”

Pada acara itu, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Neng Dara Affiah mengatakan bahwa penanganan kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi saat ini telah diperkuat dengan adanya aturan Permendikbud-Ristek 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi dan juga adanya UU TPKS semakin menguatkan aturannya. “Maka dari itu saya menyarankan dilakukan transformasi atau evolusi kebudayaan dengan cara ditumbuhkan paradigma bahwa perempuan bukan hanya makhluk seksual saja, padahal perempuan juga makhluk intelektual dan spiritual,” ujar Neng.

Ketua Umum Badan Advokasi Hukum DPP Partai NasDem, Dr. Atang Irawan mengatakan bahwa penanganan TPKS itu tidak bisa bicara secara normatif saja atau advokasi, pendampingan dan pengawalan di kebijakan publik, tapi juga harus membangun kultur untuk meningkatkan kesadaran bersama.

Lalu Psikolog sekaligus Wakil Ketua LPSK 2019-2024, Dr. Livia Iskandar menekankan bahwa terdapat beberapa bantuan yang harus diberikan kepada korban kekerasan seksual, di antaranya bantuan medis. Selain itu, bantuan psikologis juga sangat penting.

Serta bantuan psikososial, terutama bagi para perempuan yang suaminya adalah pelaku kekerasan kepada anak mereka dan mengajukan perceraian serta tidak punya mata pencaharian. Mereka harus diberi pelatihan agar bisa mencar....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement