HUMANIORA

Reklamasi Pascatambang Jadi Keharusan

Kam, 21 Jan 2021

KEGIATAN pertambangan bisa dipastikan menimbulkan dampak sangat signifikan bagi lingkungan. Pencemaran air permukaan dan air tanah, kondisi fi sik, kimia, dan biologis tanah menjadi buruk. Ada lagi seperti lapisan tanah tidak berprofi l, kekurangan unsur hara, PH rendah, pencemaran logam berat pada lahan bekas tambang, dan masih banyak lagi.

Dampak negatif itu perlu dikendalikan dengan cara mereklamasi ataupun rehabilitasi. Menurut Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambang an Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli, sebenarnya tanggung jawab untuk memulihkan lingkungan ada pada pengusaha pertambangan. Mereka diwajibkan dalam melakukan reklamasi ataupun rehabilitasi terhadap lahan pascatambang.

“Hal itu diatur di dalam Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, kemudian revisinya di UU Nomor 3 Tahun 2020 dan sebagainya,” kata Rizal.

Dalam UU Nomor 4 Tahun 2020 tersebut memang dibahas mengenai kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.

Adapun peraturan lainnya, yakni seperti UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang, Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1827 K/30/ MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik.

Peraturan-peraturan tersebut ditekankan kepada pengusaha tambang untuk melakukan reklamasi. “Pemerintah atau dalam hal ini pemerintah daerah tugasnya pengawasaan. Semua itu sudah di sebutkan rencana reklamasi dan rencana pascatambang sebelum mulai pertambangan, dokumennya sudah ada jadi tinggal mengikuti itu saja,” tegas Rizal.

Hal ini sudah menjadi kesepakatan antara pengusaha tambang dan pemerintah daerah sehingga nantinya jka tidak ditaati akan ada sanksi.

Sebelum melakukan penambangan, selain berkomitmen untuk melakukan rehabilitasi ataupun reklamasi bentuknya pengalihan fungsi, pengusaha pun diketahui harus menyimpan sejumlah uang di bank devisa nasional sebagai jaminan pascatambang dengan perhitungan khusus.

“Jadi, jaminan inilah yang dipegang oleh pemerintah. Kalau jumlahnya kurang, pemerintah bisa mengejar pengusaha untuk menganggarkan lagi supaya sesuai dengen dokumen reklamasi sampai keberhasilan reklamasi 100%,” ucapnya.

Rizal menjelaskan, terdapat beberapa faktor mengapa area bekas tambang ditinggalkan begitu saja tanpa dilakukan reklamasi yakni pertama, lantaran tidak berizin sehingga pemerintah kesulitan untuk mengejar penambang ilegal, kecuali aparat penegakan hukum. Hal ini bisa menyebabkan peninggalan lahan yang rusak, tidak terkontrol dan tidak rehabilitasi.

“Kedua, terdapat lahan yang sudah diserahkan kembali ke pemerintah yang sudah tutup atau sudah habis masa tambangnya dan sudah diterima pemerintah. Nah, mungkin itu kurang bagus pengawasannya,” kata Rizal.

Ketiga, kemungkinan terdapat lahan tambang yang ditinggalkan oleh perusahaan yang berizin namun tidak mengikuti kaidah yang benar. Harusnya, ucap Rizal pemerintah memberi peringatan atau tindakan tegas dalam masalah ini.


undefinedImage Caption
Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement