HUMANIORA

Segala Daya Hindari Kepunahan Satwa Liar Dilindungi

Kam, 10 Feb 2022

KEKAYAAN biodiversitas menempatkan Indonesia sebagai salah satu dari 17 negara megadiverse countries berdasarkan CBD (Convention on Biological Diversity).

Namun, perubahan ekosistem, pemanasan global akibat perubahan iklim, serta perburuan liar mengancam sejumlah spesies yang dilindugi. Hal itu antara lain disebabkan tren memelihara satwa unik dan langka yang dilakoni pesohor dan pemengaruh.

Tak berhenti di situ. Bahkan, tanpa gangguan dari manusia pun, sejumlah satwa sudah kesulitan untuk berkembang biak. Misalnya, abnormalitas organ reproduksi pada badak sumatra yang terancam punah. Hal itu disebabkan oleh Allee effect akibat populasi badak di alam yang sangat kecil sehingga peluang badak untuk bertemu dan melakukan perkawinan pada waktu yang tepat sangat sulit terjadi. Contoh lainnya ialah orang utan.

Orang utan betina mengalami masa kematangan reproduksi yang cukup lama. Rata-rata kandungan pertama mereka pada umur 12-15 tahun.

Tanpa konservasi yang komprehensif, sejumlah spesies yang dilindungi terancam punah. Pun, upaya konservasi tak bisa dilakukan dengan cara konvensional. Banyak hal yang harus dilakukan dengan cara-cara yang tidak biasa. Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno.

We can’t solve problems by using the same kind of thinking we used when we created them. Quote dari Albert Einstein tersebut kurang lebih sesuai dengan kondisi dan tantangan yang dihadapi oleh Direktorat Jenderal KSDAE dalam beberapa tahun terakhir ini,” kata Wiratno.

Terkait konservasi spesies dan genetik, untuk mengantisipasi kepunahan spesies, Direktorat Jenderal KSDAE melakukan upaya-upaya konservasi spesies secara insitu dan eksitu.

“Upaya konservasi insitu antara lain dilakukan melalui pengelolaan habitat, penanganan konflik, serta eradikasi invasive alien species dan zoonosis. Adapun upaya konservasi eksitu dilakukan melalui pengembangbiakan spesies, restocking hasil penangkaran, serta melakukan rescue, rehabilitasi, dan release,” ucap dia.

Hingga saat ini, berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor 6 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, terdapat 137 spesies mamalia, 563 spesies burung, 1 spesies amfibi, 36 spesies reptil, dan 19 jenis ikan yang masuk kategori satwa dilindungi.

Pada 2021, berbagai capaian positif dari upaya konservasi spesies satwa telah diraih. Di antaranya pelepasliaran sejumlah 27.792 individu satwa, kelahiran 2.790 individu satwa, upayaupaya repatriasi satwa liar, serta restocking satwa liar ke habitatnya.

Meski demikian, perburuan liar satwa dilindungi memang masih banyak terjadi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat, perdagangan satwa yang dilindungi semakin meningkat setiap tahunnya.

Sepanjang 2015-2020 terdapat 232.600 satwa yang dilindungi dan 15.450 bagian tubuh satwa yang dilindungi diperdagangkan secara ilegal.

Adapun, sepanjang 2020, ada 5.180 satwa dan 2.752 bagian tubuh satwa dilindungi yang diperdagangkan.

Angka tersebut meningkat dari 2019 yang masing-masing sebanyak 1.325 satwa dan 1.799 bagian tubuh.

Jenis yang banyak diperdagangkan ialah satwa yang mempunyai nilai komersial tinggi, yaitu harimau, gajah, badak, rangkong gading, rangkong badak, komodo, buaya, cenderawasih, merak, kakatua, trenggiling, anoa, rusa, beruang madu, kukang, orang utan, yaki, owa jawa, siamang, elang jawa, maleo, burung hantu, kura-kura moncong babi, penyu, dan nuri kepala hitam.

“Selama lima tahun terakhir sebanyak 349 operasi peredaran tumbuhan dan satwa dilindungi telah dilaksanakan. Adapun sebanyak 296 berkas kasus telah dinyatakan lengkap,” kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Rido Sani.

Perdagangan satwa paling banyak dimanfaatkan untuk dijadikan sebagai peliharaan, bahan konsumsi, bahan baku obat tradisional, juga untuk pajangan.

Hal itu, kata Rasio, merugikan Indonesia, khususnya mengganggu kekayaan hayati Indonesia. “Ini merupakan kejahatan serius dan menyebabkan kerugian besar. Kita akan kehilangan keanekarangaman hayati. Tidak ada negara lain yang memiliki orang utan Sumatra, Kalimantan, dan Tapanuli. Hanya ada di Indonesia,” bebernya.

Rasio menegaskan, ke depan pihaknya juga akan terus memperkuat penanganan perburuan dan perdagangan ilegal satwa liar.

“Upaya yang terus diperkuat ialah meningkatkan upaya pencegahan melalui penyadartahuan masyarakat, penguatan intelijen termasuk memperkuat cyber patrol untuk memonitor perdagangan ilegal melalui media sosial,” tandasnya.

....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement