Beberapa hari terakhir ini udara terasa gerah. Sumuk, orang Jawa bilang. Sinar Matahari terasa menggigit, terutama pada siang hari. Malam pun tak jauh beda, apalagi tanpo udan (tanpa hujan) dan minim belaian angin. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bilang cuaca panas akhir-akhir ini terjadi karena Indonesia mulai memasuki musim kemarau. Sepintas ini fenomena biasa, lumrah.
Barangkali yang tidak biasa ialah kadar panasnya. Menurut catatan lembaga pemantau cuaca pimpinan Dwikorita Karnawati itu, sepanjang 1-7 Mei tahun ini suhu maksimum di Indonesia antara 33 derajat hingga 36,1 derajat celsius. Padahal, umumnya suhu rata-rata yang hampir terjadi sepanjang tahun di negeri yang beriklim tropis seperti Indonesia berkisar antara 29-30 derajat celsius. Itu pun sudah lumayan menyengat.
Makanya, tak heran jika suhu yang rada tidak biasa ini kemudian jadi perbincangan banyak kalangan, termasuk warganet. Seorang rekan di grup percakapan memprediksi fenomena ini akan mendongkrak biaya token listrik. Maksudnya, untuk mengusir gerah, orang tentu akan menggeber pemakaian pendingin ruangan atau minimal kipas angin yang ujungnya mendongkrak konsumsi listrik. Sepintas....