MAHLI duduk menunggu di sebuah kafe yang tak jauh dari stasiun kereta. Dia sengaja datang satu jam lebih awal dari waktu yang dijanjikan. Mahli memang tidak pernah mau telat, terlebih kalau itu berhubungan dengan Laila. Baginya, menunggu Laila adalah sebuah kenikmatan tersendiri. Kenikmatan yang hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang sedang mabuk dan Mahli adalah seorang pemabuk berat.
Sambil menunggu Laila datang, Mahli berencana memesan segelas teh dengan campuran buah leci. Namun, sesampainya di depan meja pramusaji, mendadak dia membatalkan niatnya. Nanti saja saat Laila datang. Bila ia datang, Mahli ingin memesankannya segelas cappucino dingin. Persis seperti 10 tahun yang lalu saat dia pertama berjumpa Laila, di kafe yang sama. Jangan-jangan Mahli ingin peristiwa sewindu lalu itu terulang sama persis. Namun, kala itu Laila terlihat cantik—meski usia Laila sudah memasuki kepala empat—bagaimana dengan sekarang?
Mendadak Mahli teringat sesuatu—sesuatu yang dia masukkan di tas ranselnya. Namun, sudah dia berdiri memutari meja dan kursinya, tas ranselnya tidak juga ketemu. Mahli melambaikan tangannya ke arah pramusaji, tapi mere....