DI tengah tuntutan kebebasan berekspresi dan keterbukaan informasi di era demokrasi, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) masih menjadi momok bagi sebagian kalangan. Dalam catatan Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), organisasi yang fokus dalam mengadvokasi kebebasan berekspresi dan vokal mengampanyekan hak-hak digital, tercatat pada 2020 ada 50 warga sipil yang dilaporkan atas kasus UU ITE.
Sementara itu, sepanjang 2017-2021, setidaknya ada 24 jurnalis yang menjadi korban pasal karet di UU ITE. Itu bisa menjadi salah satu parameter iklim kebebasan berinternet dan keamanan digital masih belum sepenuhnya tercipta.
Media Indonesia berbincang dengan Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi Safenet Nenden Sekar Arum perihal musabab makin masifnya UU ITE digunakan sebagai alat perangkap pembatasan kebebasan berekspresi dan berinformasi, juga menyoal urgensi revisi kedua UU ITE. Berikut petikan wawancara yang dilakukan melalui konferensi video pad....