MAKAN malam sudah semakin dingin, tapi batang hidung suaminya belum jua muncul di penglihatan. Ria menghela napas panjang. Ditutupnya sajian yang terhidang di atas meja makan dengan tudung, berharap rasa masakannya akan tetap lezat seperti saat dicicipinya 3 jam lalu.
Ria tahu di atas kepalanya--atau lebih tepatnya di plafon rumah--ada sepasang cecak memperhatikannya sedari tadi. Bukan, bahkan bukan lagi sedari tadi. Sudah lama, entah sejak kapan Ria menyadari keberadaan cecak-cecak itu di rumahnya. Tentu merupakan hal normal jika ada satu atau dua cecak yang menumpang tinggal di balik dinding dan atap rumahmu. Namun, terkadang Ria merasa kedua cecak itu suka memandanginya begitu lama, hingga Ria merasa khawatir kedua cecak itu lupa memakan nyamuk-nyamuk di rumahnya. Ria tak mau kedua cecak itu kelaparan lalu berakhir jadi bangkai. Selain kehilangan pembasmi nyamuk otomatis, Ria merasa tak nyaman dengan bayangan harus membersihkan bangkai cecak di rumahnya sendiri.
Sepasang cecak itu berdecak di atas kepalanya. Ribut sekali untuk ukuran dua ekor. Ria menengadahkan kepala, menatap hewan-hewan di atasnya dengan hati agak nelangsa. “Jangan memandangiku seperti itu,” ucap Ria pelan. “Kalau lapar, tangkap nyamuk saja. Aku sengaja tidak semprot oba....