AWALNYA, tahun lalu, sempat ada anggapan bahwa anak-anak bukan merupakan kelompok yang berisiko terpapar virus korona. Hanya sedikit yang menderita covid-19 bila dibandingkan dengan kelompok usia dewasa. Waktu terus berlalu. Seiring munculnya varian delta, anak-anak pun mulai disebut sebagai salah satu kelompok yang paling rentan. Jumlah anak yang jatuh sakit akibat covid-19 mulai mendaki. Deret angka tentang anak yang meninggal dunia akibat penyakit yang sama pun semakin menggelisahkan. Mereka merupakan korban virus ini.
Namun, sesungguhnya mereka 'hanya' satu kategori korban. Realitasnya, pandemi ini ditandai bukan hanya penyebaran penyakit, melainkan juga perkembangan masalah-masalah lainnya secara multidimensional, termasuk masalah psikis, sosial, dan ekonomi. Studi pun menunjukkan bahkan ketika virus dapat terkendali, setumpuk masalah multiwajah tadi justru berlangsung berkepanjangan. Begitu simpulan penelitian Douglas Almond dari Columbia University and National Bureau of Economic Research.
Almond menyebut anak-anak yang lahir pada masa mewabahnya influenza pada 1918 (lazim disebut Spanish flu) mengalami kesengsaraan yang lebih parah. Penyebabnya memang bukan virus, melainkan terkendalanya proses pendidikan sebagaimana yang juga anak-anak Indonesia lalui sejak tahun lalu. Almond memerinci bahwa anak-anak yang lahir di tengah pandemi flu 1918 lebih rentan putus sekolah, memiliki tingkat pendapatan lebih rendah, dan mengalami ketergantungan pada bantuan negara untuk bertahan hidup. Tidak hanya sampai di situ. Generasi yang sama juga berisiko lebih tinggi menjadi narapidana dan menderita disabili....