MATAHARI yang kelewat panas membakar tubuhku. Mungkin saja punggungku sudah gosong saat aku berbincang di tengah sawah dengan seorang lelaki berusia 40 tahun kurang dua bulan lagi.
Kang Datam, begitu aku memanggil lelaki yang masih sibuk mencangkul dan membiarkan mulutku berbusa.
“Sebaiknya istirahat dulu, Kang, di gubuk. Aku bawa tapai dan es cendol,” bujukku untuk kesekian kalinya dengan logat Tegal yang n....