HUMANIORA

Fakta Miris Hamil di Luar Nikah

Kam, 17 Mar 2022

FENOMENA hamil di luar pernikahan atau nonmarital beberapa tahun terakhir semakin meningkat. Fertilisasi remaja menjadi isu yang menjadi perhatian baik di tingkat nasional maupun internasional. Pemerintah masih melihat kehamilan dan melahirkan pada usia remaja sebagai suatu permasalah an yang harus diatasi. Melahirkan pada usia remaja dapat mengarah pada rendahnya tingkat pendidikan.

Kehamilan remaja memang menjadi permasalahan yang pelik baik di negara berkembang maupun di negara maju. Secara global sekitar 16 juta perempuan berusia 15-19 tahun melahirkan setiap tahunnya (UNFPA, 2016) dan diperkirakan meningkat menjadi 19 juta per tahunnya pada 2035.

Berdasarkan data United Nations Population Fund (UNFPA) 2015, secara global, sekitar 12 juta remaja usia 15-19 tahun dan setidaknya 777 ribu remaja usia di bawah 15 tahun melahirkan per tahun.

Adapun 2 dari 3 perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun hamil pertama kali, seperti dilaporkan Susenas 2017. Begitu pula data Indeks Pembangunan Pemuda Indonesia (2019), persentase remaja yang hamil pada 2018 sebesar 16,67%.

Adapun proporsi perempuan usia 10-19 tahun pernah hamil sebanyak 58,8% dan 25,2% sedang hamil di Indonesia sesuai dengan Riskesdas 2018. Oleh karena itu, tren kehamilan remaja membuat Indonesia berada di peringkat kedua perkawinan anak tertinggi di negara-negara ASEAN.

Di Indonesia, batas usia minimal untuk menikah diatur setara 19 tahun, sebagaimana termaktub dalam UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 sehingga seseorang yang menikah di bawah batas usia tersebut tergolong ke dalam pernikah an dini.

Ternyata kehamilan remaja itu identik adanya perkawinan anak. Mencari data kehamilan remaja memang sulit, tetapi bisa ditemukan Riskesdas sesuai informasi kunjungan kehamilan berdasakan umur.

S e p e r t i tren kehamilan remaja di wilayah Jawa Barat pada 2019 sebanyak 21.499 remaja usia 16-19 tahun menikah dan 56,92% pernah hamil, serta 26,87% sedang hamil.

Jawa Timur sebanyak 302.684 mengajukan dispensasi perkawinan, dengan proporsi perempuan usia 10-19 tahun pernah hamil 52,33% dan 22,02% sedang hamil.

Di NTB ada 56,23% perkawinan usia 15- 19 tahun di Lombok Tengah dan 53,15% di Lombok Timur pada 2020. Proporsi perempuan usia 10-19 tahun pernah hamil 67,03% dan 30,80% sedang hamil.

Dispensasi nikah merupakan upaya bagi mereka yang ingin menikah, tetapi belum mencukupi batas usia untuk menikah yang telah ditetapkan pemerintah sehingga orangtua bagi anak yang belum cukup umurnya mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama melalui proses persidangan terlebih dahulu agar mendapatkan izin dispensasi perkawin an.

Singkatnya dispensasi nikah ini merupakan kelonggaran hukum bagi mere ka yang tidak memenuhi syarat sah per kawinan secara hukum positif. Oleh karena itu, undang-undang memberikan kewenangan kepada pengadilan untuk memberikan dispensasi nikah.

Mirisnya alasan hamil di luar nikah kerap jadi alasan terbanyak untuk mendesak hakim mengabulkan dispensasi nikah di bawah umur. Padahal, hamil bukan jadi satu-satunya tolok ukur hakim mengabulkan dispensasi nikah, karena dikhawatirkan demi dispensasi nikah, pasangan memilih hamil lebih dulu.

Makanya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga prihatin terkait dengan tiga daerah di Indonesia dengan jumlah pelajar hamil di luar nikah terbanyak. Bahkan, salah satu di antaranya tercatat jumlahnya mencapai ri buan pelajar hamil di luar nikah.

Meningkatnya jumlah pelajar hamil di luar nikah disebabkan banyak faktor, mulai faktor ekonomi, sosial, hingga pandemi covid-19 yang sampai saat ini masih berlangsung. Tiga daerah yang ramai diberitakan itu ialah Tangerang Selatan, Yogyakarta, dan Madiun.

“Saya sangat prihatin dengan meningkatnya jumlah pelajar yang hamil di luar nikah pa da tiga kota di Indonesia yang termasuk dalam praktik perkawinan anak,” kata Bintang belum lama ini.

Pemerintah, tidak boleh tinggal diam dengan fenomena perkawinan anak yang sampai saat ini masih terjadi. Perlu memperkuat komitmen pelaksanaan kebijakan pencegahan perkawinan anak yang tentu membutuhkan keterlibatan banyak pihak mulai peran kementerian/lembaga, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, mitra pembangunan lainnya, termasuk anak itu sendiri untuk mendorong pemenuhan hak anak dan perlindungan anak.

Bintang mengungkapkan kementeriannya bersama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PPPA) setempat dan stakeholder akan mengawal kasus perkawinan anak yang terjadi ini, serta melakukan serangkaian penanganan mulai memperkuat kembali proses mainstreaming di kementerian/ lembaga dan pemerintah daerah melalui regulasi Perpres No 25 Tahun 2021 tentang Kebijakan Kabupaten Layak Anak (KLA) dan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak serta Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak.

“Selain itu, kami juga akan melakukan optimalisasi pengintegrasian dalam Satuan Pendidikan Ramah Anak dan melibatkan Fasilitator Nasional serta akreditasi dan bantuan operasional,” sebutnya.

Kementerian PPPA juga mendorong diterbitkannya Fatwa Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) terkait dengan anak yang hamil di luar perkawinan untuk tidak dinikahkan. Hal ini juga sejalan dengan proses permohonan dispensasi kawin yang tidak serta-merta anak yang hamil akan dikabulkan oleh Pengadilan Agama untuk dapat menika....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement