WEEKEND

Habib Ja’far: Dakwah Canda, namun Mengena

Min, 16 Mei 2021

MENYANDANG gelar habib, Husein Ja’far al-Hadar berbeda dengan habib lainnya. Pria yang akrab disapa Habib Ja’far ini dikenal dengan gaya gaulnya.

Penampilannya khas milenial dengan kaus dan sepatu sneakers. Dalam berdakwah ia pun memanfaatkan platform digital, melalui Youtube, Instagram, Facebook dan Twitter. Melalui kanal YouTube Jeda Nulis, dia mengemas dakwahnya menjadi lebih santai agar mudah diterima.

Hadir sebagai bintang tamu Kick Andy episode Jalan Ilahi, yang tayang Minggu, (16/5), Habib Ja’far mengungkapkan memasukkan unsur canda dan mengolaborasikan dengan komedi, musik, atau public figure agar lebih santai dan mudah diterima.

“Canda, salah satu metode dakwah saya. Bercanda itu memang pintunya (hidayah). Pintu hidayah itu sebanyak pintu yang ada di kepala (pikiran) orang. Setiap orang berhak atas pintu hidayah masingmasing. Bagi saya, pintu hidayah itu terbuka, yang bisa menutupnya hanya setiap orang melalui keputusasaan,” ungkap Habib kelahiran Bondowoso, 21 Juni 1988 tersebut.

Dengan berkelakar ia bahkan menyebut dakwahnya sebagai prank bersyariah dan siap menjadi badut jika bisa menyukseskan dakwah Islam. Istilah prank, dijelaskannya salah satunya berangkat dari sakit hatinya akan orang-orang yang melakukan maksiat, namun tetap masuk surga jika belum memiliki pengetahuan jika perbuatannya merupakan maksiat. Sebab itu, Ja’far ibarat memberikan ‘prank’ terhadap orang-orang tersebut agar mengetahui perbuatan yang maksiat.

Meski terdengar nyeleneh, segala konsep pemikiran Ja’far sesungguhnya merupakan upayanya mengikuti Nabi Muhammad SAW yang melakukan beragam cara agar setiap orang dapat menerima hidayah.

“Di Thaif, Nabi Muhammad sampai dihina dan dilempar batu sampai terluka, beliau tetap mendoakan orang-orang yang melempar batu itu. Jadi saya malu gitu, kalau disuruh jadi badut saja saya enggak mau, sedangkan Nabi saja sampai luka-luka,” ujarnya.

Pria pendiri platform Fun Islam itu mengungkapkan jika perkenalannya dengan pemikir-pemikir besar dunia, termasuk dalam dakwah Islam, adalah berkat buku-buku koleksi sang ayah. Ayahnya yang juga seorang penulis kemudian menitipkan Ja’far ke pondok pesantren di Bangli, Jawa Timur.

Saat berkuliah, Ja’far memiliki minat tinggi pada sejarah RI kemudian memiliki visi untuk memajukan keislaman dan keindonesiaan. Bersama dengan beberapa rekan, ia kemudian mendirikan toko buku Warung Sejarah RI pada 2011.

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement