UPAYA penguatan Pancasila yang dimulai pada periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo mesti dilanjutkan oleh pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Sebagai kelanjutan dari pemerintahan sebelumnya, pemerintahan baru mewarisi tantangan dalam upaya penguatan Pancasila.
Penguatan Pancasila memang telah menjadi tradisi kenegaraan meskipun bersifat 'putus-sambung'. Pada era pemerintahan Presiden ke-1 RI Soekarno, penguatan Pancasila dilakukan melalui pendidikan Pancasila, baik formal maupun nonformal. Pendidikan nonformal Pancasila diinisiasi oleh Bung Karno sendiri melalui Kursus Pancasila yang ia ampu pada 1958-1959. Bung Karno menjelaskan setiap sila sebulan sekali, sebagai penjelasan lebih lanjut dari pidatonya pada 1 Juni 1945.
Pendidikan formal Pancasila juga diadakan berdasarkan TAP MPRS No III/1960 tentang Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana yang mewajibkan pendidikan Pancasila pada semua jenjang pendidikan. Pada era Bung Karno, penguatan Pancasila juga dilakukan melalui 'lembaga Pancasila' tersendiri, yakni Panitia Pembina Djiwa Revolusi (PPDR) berdasarkan Keputusan Presiden No 10/1960 tentang PPDR. Pada 1966, PPDR dinaikkan status kelembagaannya menjadi Lembaga Pembina Djiwa Revolusi (LPDR) berdasarkan Keputusan Presiden No 80/1966 tentang LPDR. Baik PPDR maupun LPDR dipimpin oleh tokoh nasionalis, Dr Roeslan Abdulgani.