ASRI dan asli. Itulah dua hal yang langsung terasa begitu menjejak di Warung Kangen Desa yang terletak di tepi Setu Pengasinan, Sawangan, Depok.
Warung itu sudah layaknya sejumput hutan dengan pohon-pohon menjulang tinggi di halaman. Berbagai tanaman eksotis juga berselang-seling tumbuh subur. Tidak sulit dikenali ada berbagai jenis pakis dan tanaman-tanaman sultan, seperti philodendron dan monstera, yang di tahun pertama pandemi sempat melonjak harganya.
Dengan rimbunnya pepohonan maka anda harus cukup seksama mencari bangunan warung yang berbentuk ala rumah betawi itu jika datang dari arah Situ Pengasinan. Kursi-kursi kayu tempo dulu atau kerap disebut juga kursi ‘becak’ di teras warung membuat suasana zadul (zaman dulu) makin kental.
Bagi anda yang datang dengan rombongan, seperti juga banyak pesepeda yang menjadi pelanggan warung ini maka bersantap di meja-meja kayu besar di bawah pepohonan, bakal lebih leluasa. Selain itu, ada pula pondok lesehan yang dibuat ala kandang di pedesaan.
Pada bagian lain area itu terdapat rumah joglo lengkap dengan rumah lumbung padi di sisinya. Di halamannya yang berumput rapi terdapat pohon besar yang sudah dipangkas seluruh daunnya hingga berganti menjadi rumah pakis dan angrek-angrek bulan yang cantik. Satu set meja dan kursi besi putih di tempatkan di depan pohon hingga menjadi satu dari sekian banyak spot foto cantik di tempat itu.
Rumah joglo dan Warung Kangen Desa berada dalam satu area seluas 7 ribu meter persegi yang dinamakan Joglo Nusantara. Adalah Heri Syaefudin atau yang familiar disebut Heri Gonku, sosok yang berada di balik sepaket oase berupa restoran dan area hutan yang ia tujukan sebagai penyelamat ekosistem di kawasan tersebut.
“Jadi, bagaimana tempat ini bisa menjadi koridor ekologis yang bisa mengingatkan bahwa ekonomi harus tetap berjalan, tetapi konservasi jangan dilupakan. Itu yang saya ingin bisa sampai pesannya ke siapa pun yang datang ke sini,” ujar Heri ketika ditemui di Warung Kangen Desa, Sabtu, (26/2).
Joglo Nusantara mulai ia dirikan pada 2004, sementara warung baru dibangun setelah pandemi. Pria asal Magelang tersebut menceritakan jika sejak awal getol melakukan penghijauan karena melihat area sekitar Situ Pengasinan hanya semak-semak tidak terawat. Selain pohon kokosan (buah duku), rambutan, dan nangka, ia juga merawat tanaman metroxylon sagu, nagasari, bisbul, hingga socratea.
Untuk interior, ia banyak memesan dari perajin di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sementara lumbung padi dibawa langsung dari Subang. Pada menu makanan, gaya Jawa khususnya Jogja kental terasa, terutama pada nasi/mi/bihun goreng, mi lethek yang berbahan baku tepung tapioka dan singkong, juga nasi jagung dan nasi liwet.
Meski sederhana, deretan masakan ini citarasa nikmatnya cukup juara. Rasa gurih, pedas, dan aroma khas bawang yang kuat akan langsung melekat di lidah sejak suapan pertama.
Hidangan nasi jagung yang dihadirkan di Warung Kangen Desa dilengkapi dengan sayur krecek, urap, tempe dan tahu goreng, serta ayam atau ikan asin. Rasa manis dan lembut dari nasi jagung tersebut menyatu sempurna dengan rasa pedas dan gurih dari sayur krecek dan urap. Ikan asin bulu ayam atau ayam goreng yang renyah semakin membuat menu tersebut kaya akan rasa dan tak membosankan.
“Bahan makanan kami pesan dari daerah-daerah yang membuatnya langsung di sana. Seperti mie lethek dan nasi jagung,” ujar Heri.
Pangan Nusantara
Ia menjelaskan, sengaja menghadirkan menu makanan khas desa yang jarang ditemui seperti itu guna mengenalkan pangan desa khas Nusantara yang sehat dan lezat.
“Jadi memang saya ingin orang yang ke sini juga sekaligus bisa belajar banyak hal, termasuk mengenal pangan Nusantara. Selain itu, menu-menu itu kan juga sehat, bisa jadi pilihan karbohidrat yang lebih rendah kalori juga,” ujarnya.
Rata-rata makan tersebut dijual dengan harga sekitar Rp25 ribu-Rp30 ribu. Selain menu utama yang mengenyangkan, terdapat juga beberapa menu camilan khas desa. Di antaranya tempe mendoan, singkong, bakwan, tiwul, dan bakwan tempe.
Pada bakwan tempe, tempenya dipotong kecil-kecil berbentuk segi empat dan dicampurkan dengan terigu seperti halnya sayuran pada bakwan. Cara pemotongan dan pencampuran tempe yang demikian membuat hasil akhir setelah digoreng memiliki bentuk menyerupai bakwan. Jika dibandingkan dengan mendoan, bakwan tempe tersebut memiliki tekstur yang lebih garing dan ringan.
Menu-menu camilan tersebut sangat cocok sebagai pendamping minuman tradisional yang juga tersedia di pilihan menu Warung Kangen Desa. Di antaranya wedang uwuh, kunyit asam, teh sereh, dan teh poci.
Heri juga melakukan pengembangan sentra-sentra tanaman hias di berbagai kampung sekitar area Joglo Nusantara dan situ Pengasinan. Dengan begitu, pecinta tanaman hias juga dapat langsung berkeliling ke area rumah warna yang ada di sekitar Joglo Nusantara untuk membeli tanaman hias yang mereka budi dayakan.
Jika tak cukup menghabiskan waktu beberapa jam saja di sana, pengunjung juga dapat memilih opsi untuk menginap. Di Joglo Nusantara terdapat tiga rumah tradisional yang disewakan untuk pengunjung dengan biaya sewa Rp300 ribu per malam.
Heri mengatakan, ia berharap setiap pengunjung yang datang ke Joglo Nusantara ataupun ke Warung Kangen Desa bisa mendapatkan makna yang lebih dalam dari sekadar hanya rekreasi atau menghilangkan penat. Melainkan juga lebih dalam memaknai pentingnya kehad....