CERPEN

Melangun Luka

Min, 11 Des 2022


DI tepi sungai Batang Asai yang mengering, perempuan muda itu mengisi air ke dalam bambu. Sesekali ia menatap langit. Cahaya matahari merah redup berkeridip, membuat sepasang mata mungilnya menyipit. Ia terdiam. Langit tak pernah semenakutkan ini; muram dan menghitam. Ada ngeri mendenyut di ulu hati, seolah firasat jika sesuatu yang buruk akan terjadi.

Entah apa pasalnya, tahun ini hujan lama tak bertandang, musim kemarau terasa panjang. Daun-daun kelelahan, buah-buah muda tak sanggup lagi bertahan, luruh ke tanah bergiliran. Selasar hutan berselimutkan debu dan kabut asap. Kabut asap terbang ke an....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement