INTERMEZZO

Mencari Virolog dan Epidemiolog

Min, 18 Apr 2021

SUDAH setahun lebih dunia dibayangi pandemi covid-19. Tak terkecuali Indonesia. Mimpi buruk itu pun mulai menghantui bangsa ini setelah kasus pertama covid-19 di Tanah Air diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada Maret 2020. Kini, tercatat sudah lebih dari 1,5 juta orang Indonesia terinfeksi virus yang berasal dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok, itu. Sekitar 43 ribu orang di antaranya meninggal dunia.

Bicara wabah akibat virus yang berjangkit serempak di mana-mana, tentu kita tak bisa lepas dari virologi, cabang ilmu biologi yang membahas tentang virus. Di samping itu, kita pun kerap mendengar istilah epidemiologi, ilmu yang mempelajari tentang pola penyebaran penyakit atau kejadian yang berhubungan dengan kesehatan beserta faktorfaktor yang dapat memengaruhinya. Tentunya dalam kedua cabang ilmu itu ada ahlinya. Ahli virologi dan ahli epidemiologi.

Terkait dengan itu, dalam bahasa Indonesia, pola umum pembentukan kata untuk penyebutan ahli dalam bidang biologi/kedokteran/ kesehatan ialah dengan menghilangkan huruf terakhir i dari nama cabang ilmu yang dikuasai. Misalnya, sebutan dermatolog untuk ahli di bidang dermatologi, radiolog ahli radiologi, urolog ahli urologi, kardiolog ahli kardiologi, dan ginekolog ahli ginekologi. Sebutan-sebutan itu pun sudah diakomodasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring.

Pola seperti itulah yang mungkin akhirnya membuat para jurnalis menyebut atau menulis virolog untuk seorang ahli virus dan epidemiolog untuk ahli epidemiologi dalam pemberitaan terkait dengan pandemi covid-19.

Sayangnya, kalau kita mencari kata virolog dan epidemiolog di KBBI, ternyata kamus rujukan bagi pengguna dan praktisi bahasa Indonesia itu belum mengakomodasinya. Lema virolog dan epidemiolog tidak ditemukan.

Masih terkait dengan pandemi covid-19, kata pulmonolog (lagi-lagi kalau mengacu pada pola sebelumnya) juga belum diakomodasi di KBBI sebagai sebutan ahli pulmonologi atau spesialisasi kedokteran untuk penyakit yang berkaitan dengan saluran pernapasan atau paru.

Saya sendiri tidak tahu alasan KBBI Daring belum mengakomodasi kata-kata tersebut. Mungkin saja para leksikograf KBBI beranggapan kata-kata tersebut jarang muncul dan digunakan publik, jadi belum perlu untuk diakomodasi.

Sejatinya, dalam pembentukan kata untuk penyebutan ahli-ahli di bidang biologi/kedokteran/kesehatan tersebut terdapat alternatif lain dengan menggunakan pola yang sudah jelas ada di kaidah bahasa Indonesia.

Seperti diketahui, ada akhiran (sufiks) -is yang berfungsi membentuk nomina ‘orang yang bergerak atau ahli dalam’, misalnya kartunis untuk orang yang ahli menggambar kartun dan linguis ahli ilmu bahasa.

Pola atau ‘rumus’ seperti itu pun bisa digunakan dalam penyebutan ahli di bidang biologi/kedokteran/kesehatan. Misalnya, dermatologis untuk ahli di bidang dermatologi, radiologis ahli radiologi, urologis ahli urologi, dan ginekologis ahli ginekologi. Lalu virologis untuk ahli virus, epidemiologis ahli epidemiologi, kardiologis ahli kardiologi, pulmonologis ahli pulmonologi.

Toh, bahasa Inggris juga ‘ menganut’ pola seperti itu, dengan menggunakan sufiks -ist untuk menyebut ahli di bidang tertentu. Misalnya virologist untuk ahli di bidang virologi, epidemiologist untuk ahli epidemiologi, radiologist ahli radiologi, dan urologist ahli urologi.

Kedua pola pembentukan kata untuk penyebutan ahli dalam bidang biologi/kedokteran/kesehatan di atas, menurut saya, bisa digunakan. Meski pun demikian, para pengguna atau praktisi bahasa Indonesia seperti para jurnalis memerluk....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement