OPINI

Merealisasikan Idealitas Pancasila

Sel, 31 Mei 2022

SETIAP kali kita kembali ke Hari Lahir Pancasila, suasana hati diliputi bayangan mendua. Di satu sisi, kita bangga dengan kegeniusan para pendiri bangsa merumuskan ideologi inklusif yang dapat merekonsiliasikan dan menghumanisasikan segala keragaman bangsa. Di sisi lain, kita merasa cemas mendapati kenyataan inkonsistensi dan kesenjangan antara idealitas dan realitas Pancasila.

Negara ini tak bisa dikatakan baik-baik saja. Ada gejolak kecemasan yang merambat di bawah selubung pencitraan. Ke mana saja kita melangkah, sulit menemukan tumpuan yang kukuh: ekonomi melemas, sektor riil memelas, impor menderas, kesenjangan meluas, demokrasi oligarkis, kepemimpinan mediokritas, birokrasi nirintegritas, pendidikan tak berkualitas, kohesi sosial meretas, agama mengeras, rasa saling percaya meranggas, kebanggaan nasional terjun bebas.

Ada banyak inkonsistensi antara wacana (voices) dan pilihan (choices). Yang dikeluhkan ialah defisit neraca perdagangan; pilihannya malah menjadikan hilir sebagai hulu dan hulu sebagai hilir; lebih mengagungkan inovasi perangkat hilir penjualan (digital marketing, platform) ketimbang pembenahan hulu sektor produktif. Yang didengungkan ialah penyehatan demokrasi; pilihannya malah pengukuhan oligarki dalam pemerintahan. Yang diprihatinkan ialah pemudaran nilai-nilai kewargaan dan karakter bangsa; pilihannya malah rezim pendidikan pragmatis. Yang didambakan ialah pengembangan riset dan inovasi; pilihannya malah pemusatan riset pada negara tanpa mendorong inisiatif riset-inovasi dunia usaha dalam kerangka tra....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement