KUDETA yang dilakukan Junta Militer pada 2021 ternyata justru memperburuk kondisi sosial, politik, dan perekonomian Myanmar. Perebutan kekuasaan yang diambil dari Aung San Suu Kyi secara paksa oleh kekuatan militer dinilai menjadi dalang atas segala kemunduran yang ada di Myanmar. Bahkan sampai awal 2023 ini, Myanmar dinilai belum mampu untuk pulih atau sekadar sama dengan kondisi sebelum terjadinya kudeta di negara tersebut.
Bahkan menurut data yang dikeluarkan ADB PDB Myanmar pada 2022 menjadi 2,0%. Kondisi ini juga sepertinya tidak akan membaik karena masih menurut ADB kondisi PDB Myanmar pada 2023 dinilai hanya mampu tumbuh sebesar 2,6%, sedangkan Inflasi yang terjadi di Myanmar terus meroket dengan nilai inflasi pada 2022 mencapai 16,0%. Kondisi ini terlihat sangat menyedihkan karena nilai inflasi sangat jauh berbanding terbalik dengan pertumbuhan PDB di Myanmar.
Bila melihat fakta-fakta yang terjadi, pemerintah Myanmar seperti menutup mata. Makin merosotnya kondisi perekonomian Myanmar sebenarnya terjadi karena sanksi negara Barat yang menyebabkan berkurangnya cadangan mata uang asing negara tersebut. Negara Barat hanya akan mengangkat sanksinya apabila Myanmar kembali menerapkan demokrasi secara utuh di negaranya. Namun, yang dilakukan Junta Militer justru sebaliknya dengan memperpanjang status darurat militer selams 6 bulan. Namun, sambil tetap menjanjikan akan adanya pemilihan umum
secara jujur, adil, dan bebas p....