POLKAM

Pemilih Muda Penentu Arah Bangsa

Sab, 18 Jun 2022

DAFTAR Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4 ) berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri berjumlah 206.689.516 orang dan 210.505.493 untuk pemilih pemilihan kepala daerah. Pemilih muda akan lebih banyak daripada kelompok pemilih berusia di atas 40 tahun.

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh memerinci pemilih wanita berusia 15-19 tahun berjumlah 6,5 juta, usia 20-24 tahun sebanyak 11,8 juta, 25-29 tahun 11,1 juta, 30-34 tahun 10,4 juta, dan usia 40-44 tahun 10,88 juta pemilih. Secara keseluruhan, jumlah pemilih berdasarkan usia ialah 15-19 tahun sebanyak 12,7 juta, 20-24 tahun 23,2 juta, 25-29 tahun 21,9 juta, 30-34 tahun 21,1 juta, 35-39 tahun 20,9 juta, dan usia 40-44 tahun berjumlah 21,8 juta.

“DP4 perlu dijadikan sebagai dasar penyusunan daftar pemilih sementara,” ucapnya.

Banyaknya jumlah pemilih muda juga menggambarkan perilaku pemilih yang berubah. Rakyat ingin melihat para pemimpin bisa menghasilkan karya nyata. “Apa yang dihasilkan dan masyarakat tahu di dalam mengelola negara pemipin harus bisa memaksimalkan semua sumber daya dan tidak bekerja sendirian karena dia bukan superman, tapi dia menjadikan supertim,” ujarnya, Rabu (15/6).

Menurutnya, masyarakat sudah mulai mengetahui atau memperhatikan siapa pun yang dinilai mampu membawa perubahan secara bersama. “Masyarakat khususnya pemuda sekarang bisa menilai, melihat oh dia one man show. Masyarakat mulai tahu siapa pun yang jadi dan bisa mengerjakan Indonesia secara bersama-sama sehingga akhirnya itu bisa dilihat secara nyata.”

Zudan mengatakan pemilih muda tidak lagi takut untuk berpolitik. Berbagai sarana informasi yang dimiliki mengantarkan pemilih muda untuk bisa melakukan kontrol politik yang bersifat positif. Karena politik tidak hanya dalam pemilihan, tapi juga melakukan pengawalan terhadap jalannya pemerintahan dan bernegara.

“Dia mengomentari bupati, gubernur, sebenarnya dia sedang berpolitik positif. Jadi, kalau misalnya bupatinya cantik, pekerjaannya tuntas, dia tidak segan memberikan apresiasi,” tuturnya.

Menurut anggota Komisi II DPR Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, bonus demografi tidak bisa dihindari dan itu sekaligus menjadi kesempatan serta potensi dalam menentukan arah bernegara menuju kemajuan dan kesejahteraan. “Keberadaan pemilih muda bagi partai politik dan para peserta pemilu adalah satu potensi yang harus dipandang sebagai kekuatan yang akan menentukan arah pemerintahan dan demokrasi kita ke depan,” ungkapnya.

Dengan demikian, tren dan kebutuhan pemilih muda pasti menjadi bagian dari strategi peserta pemilu untuk menyesuaikan dengan kebutuhan pada kandidat dan partai politik. “Pemilih muda ini dekat dengan dunia digital. Di sisi yang lain, mereka cukup kritis. Oleh karena itu, para politisi harus mampu beradaptasi dengan kebutuhan itu.”

Dia meyakini hadirnya pemilih muda yang kritis merupakan bagian dari terus membaiknya peradaban demokrasi di Indo nesia dan akan memperbaiki kualitas Pemilu 2024.

Anggota Komisi III DPR Taufik Basari menyebut banyaknya pemilih muda seharusnya menjadi tantangan bagi semua di dunia politik. Hal itu karena pemilih muda yang melek teknologi dengan akses informasi yang luas akan menjadi lebih kritis.

“Ini harus berhasil dijawab oleh para calon pemimpin. Tapi, di sisi lain, kita juga mendorong pemilih muda yang punya akses informasi, melek teknologi, tapi ada pragmatisme dan apatis. Ini yang kemudian bagaimana anak muda ini bisa menutupi kekurangan yang ada.”


Hak pilih

Salah seorang pemilih muda, Haeril Halim, memastikan dirinya akan menggunakan hak pilih. Ia meyakini pemilih muda menjadi penentu karena menjadi mayoritas pada 2024. “Faktanya pemilih muda adalah penentu karena mayoritas untuk 2024. Itu modal demokrasi yang kuat. Melihat fakta ini maka ini adalah hal yang positif,” ujarnya.

Kandidat master di Melbourne University, Australia, ini menilai meski menjadi mayoritas, harus dipastikan apakah pemilih muda telah diberikan pilihan dan fasilitas secara politik. Adanya parliamentary threshold sudah memberikan batasan bagi pemilih muda untuk memilih calon pemimpin.

“Ini yang membatasi pilihan yang lebih luas. Kalau ada calon independen, anak muda bisa memilih itu. Secara angka, di DPT pemilih muda memimpin, tapi secara politik ada keterbatasan. Dampaknya nanti bisa saja pemilih muda menjadi apatis atau ....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement