KESEHATAN

Rokok dan Kanker Paru

Rab, 12 Jun 2024

HARI tanpa Rokok Sedunia diperingati setiap 31 Mei. Target tahun ini ialah melindungi generasi muda dari rokok. Berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), diperkirakan sekitar 1,1 milliar orang merokok dengan jumlah perokok laki-laki lebih banyak jika dibandingkan dengan perempuan.

Setidaknya terdapat 37 juta anak usia 13-17 tahun yang merokok. Meskipun jumlah perokok terus menurun di beberapa negara, WHO mencatat jumlah perokok meningkat di Asia dan Afrika. Indonesia menempati urutan pertama dunia dengan jumlah perokok sebanyak 76,2%.

Data dari Southeast Asia Tobacco Control Alliance juga menempatkan Indonesia pada urutan pertama tertinggi di ASEAN dengan jumlah perokok sebanyak 65,7 juta orang, 3,2% di antaranya anak dengan usia 10 tahun dan 38,3% perokok usia remaja.

Rokok merupakan faktor risiko kanker paru. Kanker paru merupakan kanker kedua terbanyak di dunia dan penyumbang kematian tertinggi di dunia. Terdapat 2,2 juta kasus baru kanker paru pada 2020 dan 1,8 juta orang meninggal akibat kanker paru.

Perokok memiliki risiko terkena kanker paru 15-30 kali jika dibandingkan dengan yang bukan perokok. Sebanyak 55% perempuan dan 70% laki-laki meninggal karena kanker paru merupakan perokok. Meskipun kanker paru banyak diderita perokok, terdapat 10%-20% pasien kanker paru yang bukan perokok (perokok pasif). Walaupun tidak merokok, para perokok pasif itu menghirup asap rokok dari orang lain atau berada pada satu ruangan dengan perokok.

Satu batang rokok mengandung lebih dari 7.000 bahan kimia dan berdasarkan Centers of Disease Control and Prevention (CDC) terdapat 70 bahan kimia yang merupakan karsinogenik atau bahan yang berpotensi menyebabkan kanker. Kombinasi kandungan bahan kimia dalam rokok dapat menyebabkan berbagai kerusakan pada paru-paru, di antaranya mutasi sel, sehingga dapat berkembang menjadi kanker. Proses mutasi tersebut terjadi dalam jangka waktu yang relatif lama, yaitu 15-20 tahun. Pasien kanker paru yang datang dengan keluhan sesak hingga batuk berdarah umumnya berada pada stadium lanjut sehingga kualitas hidup menurun dan berakibat fatal.

Meningkatnya jumlah perokok usia remaja dan anak-anak memicu kekhawatiran. Apabila data sebelumnya penderita kanker paru banyak ditemui pada usia 60 tahun ke atas, saat ini banyak pasien kanker paru dengan usia muda berkisar 40 tahun. Semakin muda usia mulai merokok, tentu akan semakin muda terdiagnosis kanker paru. Apabila mutasi berlangsung selama 15-20 tahun, dengan ditemukannya data perokok anak di Indonesia pada usia 10 tahun, bukan tidak mungkin penderita kanker paru di Indonesia akan banyak ditemui pada usia 25 hingga 30 tahunan. Mengingat usia ini tergolong usia produktif, kondisi kesehatan pada generasi mendatang perlu diperhatikan demi tercapainya Indonesia emas. Selain deteksi dini untuk screening kanker paru, pemerintah perlu memastikan pengetatan regulasi terkait dengan pembelian rokok yang saat ini masih bisa dibeli oleh remaja atau anak sekolah. Beberapa negara bahkan memberlakukan pembatasan pembelian rokok dan rokok elektrik secara ketat. Sementara itu, Indonesia cenderung terti....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement