RAJA Amarta Prabu Puntadewa merasa sudah tiba waktunya pensiun, lengser keprabon (turun takhta). Ia menolak dorongan sejumlah kalangan agar terus berada di tampuk kepemimpinan karena bertentangan dengan hati nuraninya. Pemimpin itu ada waktu dan zamannya.
Diam-diam Puntadewa mengundang pamomongnya, Semar Badranaya, untuk dimintai pandangan tentang siapa yang pantas menjadi penerusnya. Sementara itu, sudah ada pihak-pihak (kelompok) elite tertentu memunculkan ‘anak emas’ masing-masing, yang dijagokan sebagai pemimpin berikutnya.
Semar menghadap sang raja sendirian, tidak disertai ketiga anaknya--Gareng, Petruk, dan Bagong. Puntadewa hanya ingin bertemu empat mata dengan Semar tanpa kehadiran orang lain. Keempat adiknya, Werkudara, Arjuna, Nakula, dan Sadewa pun tidak diberi tahu.
“Apa kabar, Kakang Semar?” tanya Puntadewa ramah setelah mempersilakan duduk tamunya di sebuah ruang di satu sudut istana.
“Kabarku baik, Ndara (bendara),” jawab Semar. “Sampean juga sehat, Ndara?”
“Berkat doa Kakang Semar, saya dan keluarga Pandawa sehat walafiat.”
Keduanya sama-sama duduk di kursi. Ini tidak biasanya seorang abdi dalem duduk sama tinggi dengan rajanya. Namun, hal itu memang kehendak Puntadewa pribadi karena pertemuan pada pagi itu dimaknai bukan antara penguasa dan rakyat, melainkan pamomong dengan yang di-emong (diasuh).
Setelah bertukar kabar, Semar menanyakan maksud Puntadewa mengundangnya secara khusus. Seingatnya, ini kali pertama sang raja menginginkan berbicara hanya berdua. Selama ini, komunikasi Semar selalu bersama kelima anggota keluarga Pandawa.
“Ada dhawuh (perintah) apa Ndara, njanur gunung (tumben)?” tanya Semar.
“Saya minta maaf ya Kakang, ini memang tidak biasa. Ini karena sangat-sangat pribadi,” jawabnya.
Puntadewa mengungkapkan bahwa dirinya sudah sementara waktu memikirkan untuk turun takhta dan menjadi rakyat biasa. Bagaimanapun, berkuasa terlalu lama tidak baik untuk kelanjutan sebuah bangsa dan negara. Ini yang melatarbelakangi keinginannya berdiskusi dengan Semar.
Dalam berbagai hal, selain dengan Bathara Kresna, Pandawa selalu meminta saran dan nasihat Semar. Ini bukan tanpa alasan, karena Semar yang secara lahiriah abdi dalem sesungguhnya adalah Bathara Ismaya yang mangejawantah. Dewa yang bertugas membimbing para kesatria untuk senantiasa di jalan utama.
“Lalu, maksud Jengandika (paduka) apa?”
“Saya merasa sudah waktunya melepaskan jabatan.”
Bila dianalogikan periode jabatan, Puntadewa sudah memegang tampuk kekuasaan dua kali. Pertama, ia menjadi pemimpin ketika Amarta diproklamasikan. Periode keduanya setelah Pandawa berhasil mengambil kembali Amarta yang sebelumnya dijajah (dikuasai) oleh Kurawa lewat Bharatayuda.
Dalam perang antartrah Abiyasa itu, Pandawa bukan hanya menggenggam lagi Amarta, tetapi juga menguasai Astina sebagai ahli warisnya. Sejak ayahnya, Raja Astina Prabu Pandudewanata mangkat, takhta dirampas Kurawa dengan cara licik.
Pandawa kemudian menyatukan dua negara itu dengan nama Yawastina dengan Puntadewa sebagai raja bergelar Prabu Kalimataya. Setelah negara tertata dengan baik, Puntadewa merasa sudah tiba waktunya pensiun.
“Saran apa yang sampean inginkan?”
“Siapa yang sebaiknya melanjutkan kepemimpinan Yawastina?”
Semar menenangkan diri. Sejenak kemudian mukanya tampak cerah. Ia berujar, siapa pun boleh memantaskan diri menjadi raja. Juga hak orang atau kelompok (elite) menjagokan orang tertentu. Tidak masalah pula bila mereka dengan segala modal yang dimiliki lalu mengampanyekan hingga ke pelosok negeri.
Akan tetapi, menurut Semar, yang tidak boleh (bermasalah) bila memaksakan kehendak. Karena, pemimpin hasil gincuan atau polesan pasti gampang berkarat, tidak baik. Bila ini yang terjadi, semua akan memikul risikonya.
Diingatkan pula, Amarta didirikan bukan milik trah tertentu dan untuk kelompok tertentu, tetapi untuk menjamin kehidupan yang sejahtera bagi seluruh rakyat.
“Saya tidak paham apa yang Kakang Semar maksudkan.”
Sang pamomong mengatakan bahwa gaibnya pemimpin itu sudah ditentukan oleh yang Maha Pengatur. Oleh karena itu, yang tidak mungkin bisa menjadi kenyataan, begitu juga sebaliknya. Manusia hanya berusaha, tetapi semua sudah digariskan.
“Itulah kodrat,” ujarnya.
“Lalu siapa kodrat pengganti saya di Yawastina, Kakang?”
Semar bertutur bahwa kodrat hanya bisa diketahui setelah sesuatu terjadi. Manusia sekadar bisa mencoba meraba atau membaca tanda-tandanya. Itu pun mesti lewat keweningan, yaitu ketenangan, kejernihan, serta ketajaman jiwa. Juga jujur melihat fenomena dalam masyarakat.
“Jelasnya bagaimana, Kakang?”
Dalam upaya mencari pemimpin sejati, kata Semar, dengarkan suara hati rakyat. Siapa yang dikehendaki sebagian besar rakyat. Rekam denyut nadi rakyat, siapa yang mereka butuhkan. Perwujudan mereka itulah tanda-tandanya.
Namun, diingatkan, suara rakyat itu bukan yang dikondisikan. Aspirasi yang bebas dari intervensi dalam bentuk apa pun. Benar-benar kehendak murni tentang siapa yang mereka inginkan untuk menjadi pemimpinnya.
Tertegun Puntadewa mendengar sabda Semar. Ia sadar, bila berpegang pada saran Semar, maka Pancawala, putra tunggalnya, bukanlah yang dikehendaki rakyat. Padahal, paugeran (aturan)-nya, anak raja adalah putra mahkota yang berhak menggantikan sebagai raja.
Dengan jujur, Puntadewa membaca bahwa pemimpin yang diinginkan rakyat di Yawastina adalah keturunan Arjuna. Yakni, cucunya laki yang lahir pasca-Bharatayuda. Ia putra Abimanyu dengan Dewi Utari yang bernama Parikesit.
“Terima kasih Kakang Semar atas pencerahannya.”
“Ini hanya penggamblehan (omongan) saya, Ndara.”
Puntadewa tak ingin memaksakan kehendak. Ia berserah diri dengan ‘kodrat’ bahwa bukan keturunannya yang menggantikan. Kerelaannya inilah yang mengantarkan Yawastina menemukan pemimpin sejati yang mengantarkan bangsa dan negara merengkuh kejayaannya. (M-2)
- Home
- Category
- POLKAM
- FOKUS
- EKONOMI
- MEGAPOLITAN
- OPINI
- SUARA ANDA
- NUSANTARA
- HUMANIORA
- INTERNASIONAL
- OLAHRAGA
- SELEBRITAS
- EDITORIAL
- PODIUM
- SELA
- EKONOMI DIGITAL
- PROPERTI
- KESEHATAN
- OTOMOTIF
- PUNGGAWA BUMI
- BELANJA
- JENDELA BUKU
- WAWANCARA
- TIFA
- PESONA
- MUDA
- IKON
- MEDIA ANAK
- TRAVELISTA
- KULINER
- CERPEN
- HIBURAN
- INTERMEZZO
- WEEKEND
- SEPAK BOLA
- KOLOM PAKAR
- GARDA NIRBAYA
- BULAKSUMUR
- ICON
- REKA CIPTA ITB
- SETARA BERDAYA
- EDSUS HUT RI
- EDSUS 2 TAHUN JOKOWI-AMIN
- UMKM GO DIGITAL
- TEKNOPOLIS
- EDSUS 3 TAHUN JOKOWI-AMIN
- PROMINEN
- E-Paper
- Subscription History
- Interests
- About Us
- Contact
- LightDark
© Copyright 2020
Media Indonesia Mobile & Apps.
All Rights Reserved.