KULINER

Dari Relief Candi Borobudur ke Perjamuan Mewah

Min, 28 Agu 2022

 
CINCANGAN ikan tuna sirip kuning mentah itu disajikan di atas selembar daun poh-pohan. Di sampingnya, terdapat potongan lemon cui dan kerupuk jetkolet (kerupuk
dari singkong).
Begitulah sajian kudapan komplementer (amuse bouche) dalam acara Borobudur Heritage Dinner: from Relief to Table yang diselenggarakan oleh Javara Indonesia
dan The Dharmawangsa Jakarta, Jumat (19/8). Sesuai namanya, makan malam yang berlangsung di Presidential Suite hotel tersebut terinspirasi dari makanan
dan bahan pangan yang terdapat di relief Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Upaya menghadirkan kemegahan wangsa Syailendra tampak sejak cara penyajian hidangan. Pada sajian amuse bouche (kudapan), alas utama makanan ialah batu kotak berwarna hitam. Di bawahnya barulah piring dengan pinggiran berhiaskan motif tradisional dan berwarna segelap batu tersebut.
Sementara soal rasa, perasan lemon cui dan daun poh-pohan yang menjadi pembungkus dan ikut dimakan bersama tuna mampu menihilkan jejak amis ikan mentah. Terlebih, cincangan daging itu sudah diberi bumbu cabai rawit, garam, dan merica.
Pada hidangan pembuka berikutnya, makanan laut yang diolah adalah lobster. Namun, ia tidak berdiri sendiri melainkan disajikan bersama bubuhan jawawut,
yang sekilas tampak seperti nasi jagung, dengan saus pelengkap (dressing) yang mengandung bunga seroja dan mangga muda.
Penggunaan daun juga tidak ketinggalan meski bukan disajikan sebagai pembungkus makanan. Di hidangan itu, Executive chef The Dharmawangsa Ignatius Immanuel Julio memilih daun mangkokan.
“(Untuk lobster) saya pakai daun mangkokan dengan bumbu kuning dan santan, dihaluskan lalu dimasak. Daun mangkokan sebenarnya merupakan salah satu sayuran tua yang sudah banyak dilupakan banyak orang. Daun mangkokan ini ada citarasa unik. Ketika dicampur dengan makanan boga bahari, jadi lebih kena,” katanya kepada Media Indonesia seusai sesi makan malam di The Dharmawangsa Jakarta, Jumat, (19/8).

Kultur dan ketahanan pangan 

 Pendiri Javara Indonesia, Helianti Hilman, mengungkapkan ide awal menerjemahkan makanan yang muncul di dalam relief Candi Borobudur adalah untuk menunjukkan begitu banyaknya sumber pangan yang ada di sekitar Borobudur. Bersama fi lolog Sugi Lanus, ia mengidentifi kasi dan menemukan ada sekitar 63 lebih sumber pangan mulai dari nabati hingga hewani yang ada di relief Candi Borobudur.
“Yang menarik dari hal ini adalah, bukan saja merefl eksikan yang tumbuh di sekitar Candi Borobudur, tapi juga regionnya. Yang mana ini juga memperlihatkan
pertanian sebagai cara hidup kita di masa lampau, bukan sekadar profesi. Kultur inilah ....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement