WEEKEND

Kesedihan Nyata Tradisi Ratapan Lampung

Min, 02 Feb 2025

HAHIWANG merupakan salah satu tradisi ratapan kisah-kisah sedih yang dialami oleh masyarakat Lampung, khususnya di Pesisir Barat. Mulanya, hahiwang merupakan media yang digunakan oleh masyarakat Lampung sebagai bentuk pemberontakan kepada pemerintah kolonial Belanda pada masa penjajahan.

Sejak awal, hahiwang dituturkan menggunakan bahasa Lampung sehingga pemerintah kolonial tidak mengerti isi kandungan ratapan yang dituturkan. Selepas dari jajahan kolonial Belanda, hahiwang menjadi media yang digunakan oleh masyarakat Lampung untuk melantunkan ratapan tentang kehidupan, terutama bagi perempuan yang merasa tertindas akibat patriarki.

Hahiwang kini berkembang menjadi tradisi turun-temurun yang diturunkan dari generasi ke generasi secara perorangan oleh masyarakat setempat. Pada masyarakat Lampung sendiri, terdapat beberapa tradisi nyanyian yang berkembang hingga saat ini.

Keistimewaan hahiwang jika dibandingkan dengan tradisi nyanyian lainnya terletak pada isi dan nada ketika hahiwang dilantunkan. Isi syair hahiwang umumnya berisi curahan hati, ungkapan penderitaan, dan ratapan terhadap hidup atau keadaan seseorang.

Nada yang dihasilkan pun umumnya lebih panjang, mendayu-dayu, dan berekspresi tentang kesedihan. Oleh karena itu, perlu kesungguhan lebih dalam ketika ingin mempelajari hahiwang.

Karena hahiwang berupa ratapan personal yang dilakukan secara perorangan, terdapat kendala dalam upaya regenerasi tradisi hahiwang. Meskipun hahiwang tetap disebut dalam beberapa pertemuan kelas muatan lokal, pembahasan hahiwang sebagai tradisi ratapan tidak terlalu mendalam.

Selain itu, besarnya pengaruh globalisasi yang memudahkan masuknya budaya luar menjadi tantangan tersendiri bagi penggiat budaya untuk mempertahankan tradisi warisan. Hal tersebut tentu berpengaruh terhadap eksistensi tradisi hahiwang pada generasi muda, terutama generasi muda Pesisir Barat.


PENYEBAB TERANCAMNYA EKSISTENSI HAHIWANG

Terancamnya eksistensi tradisi hahiwang dapat ditinjau dari sedikitnya informasi yang memuat mengenai hahiwang. Penelusuran hahiwang melalui pemerintah dan pihak adat terkait pun tergolong sulit untuk dilakukan.

Sejak 2019, hahiwang sudah resmi terdaftar dalam warisan budaya tak benda (WBTB) Provinsi Lampung, Kabupaten Pesisir Barat. Para maestro yang masih aktif berhahiwang mayoritas bermukim dan beraktivitas di daerah Kabupaten Pesisir Barat.

Meskipun demikian, hahiwang masih dapat ditemukan di sepanjang Provinsi Lampung, selain Kabupaten Pesisir Barat. Hambatan lainnya mengenai penelusuran tradisi hahiwang ialah terkait dengan pelantun atau maestro hahiwang yang saat ini hanya tinggal hitungan jari.

Bahkan, usia para maestro dapat terbilang memasuki usia sepuh. Keberadaan hahiwang di Pesisir Barat tidak banyak lagi ditemui. Hahiwang hanya dapat ditonton dalam beberapa upacara adat ataupun acara-acara besar lainnya. Hal itu juga disebabkan oleh kurangnya upaya dan sarana dalam meneruskan hahiwang kepada generasi muda. Ketika kami mewawancarai generasi muda Pesisir Barat, mereka menyampaikan bahwa mereka kesulitan dalam mengakses hahiwang, khususnya untuk menemui para maestro.

Terkait dengan maestro hahiwang, beberapa maestro menyampaikan bahwa salah satu hambatan terbesar dari eksistensi hahiwang ialah karena kurangnya minat dan perhatian generasi muda terhadap tradisi dan adat yang berlaku.

Mereka berpendapat bahwa banyak generasi muda yang lebih tertarik pada hiburan-hiburan modern dan media sosial. Selain itu, banyak generasi muda yang tidak tertarik lagi dalam proses pembelajaran dan pele....

Belum selesai membaca berita ini ? Selesaikan dengan berlangganan disini Berlangganan

Advertisement

Advertisement