Mari mengenal lebih dalam cerita rakyat Dayak Lundaye/Lundayeh. Kata Lundayeh merupakan paduan dua kata, lun, dan dayeh. Lun artinya orang. Dayeh artinya hulu. Lundayeh dapat diartikan orang-orang yang berasal dari hulu. Hulu atau dataran tinggi yang dimaksud ialah Dataran Tinggi Krayan (Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan). Suku Dayak Lundaye yang bermukim di Mentarang Kabupaten Malinau dan Krayan Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan orang Lundaye di Negara Bagian Sabah dan Sarawak, Malaysia. Dayak Lundaye di Sabah dan di Brunei Darussalam juga dikenal dengan nama orang Lun Bawang atau Murut. Mereka masih saling mengenal silsilah kekerabatan walau berbeda negara. Dayak Lundaye di Indonesia, Malaysia, dan Brunei tetap menjalin komunikasi melalui telepon dan saling berkunjung, terutama saat digelar ritual-ritual kehidupan dan kematian.
Menelusuri asal-usul nenek moyang orang Dayak Lundaye ialah dengan menelisik manusia pertama yang melahirkan orang Dayak Lundaye hingga di masa kini, termasuk tidak mengabaikan mitologi dan legenda setempat tentang suku tersebut. Ada banyak versi mengenainya, merujuk kajian beberapa ahli. Salah satunya HJ Malinckrodt (1928), pengawas administrasi pada masa kolonial Hindia Belanda, yang mengategorikan orang Dayak ke dalam enam rumpun suku yang dinamakan Stammenras. Kumpulan itu di antaranya Stammenras Kenyah-Kayan-Bahau; Stammenras Ot Danum (termasuk Ot Danum, Ngaju, Maanyan, Dusun, dan Luangan; Stammenras Klemantan; dan Stammenras Punan (merangkumi Basap, Punan, Ot, dan Bukat). Hal ini seperti disebut AMZ Wijono AMZ dan Roedy Haryo dalam buku Masyarakat Dayak Menatap Hari Esok (1998).
Mitos asal-usul
Cerita prosa rakyat Dayak Lundaye meliputi mite, legenda, dan dongeng. Menurut mitologi, nenek moyang Dayak Lundaye berasal dari telur matahari yang kemudian pecah dan dinikahi oleh Dongo Putarrojo. Keluarga ini kemudian mempunyai lima anak. Anak pertama bernama Siasseng Abang Apa, yang menciptakan air, liku-liku air, hingga menjadi sungai-sungai yang mengalir seperti sekarang. Anak yang kedua ialah Timberene, sebagai pencipta dan penguasa daerah pergunungan. Anak yang ketiga adalah Mbah Belawit, yang menguasai sawah. Anak yang keempat ialah Kurid, menguasai dan mencipta hewan ternak. Anak kelima adalah penghuni gunung Jorhat. Orang Dayak Lundaye sampai sekarang memercayai, apabila seseorang berteriak meminta sesuatu di Gunung Jorhat, permintaan tersebut akan dikabulkan.
Versi lain cerita leluhur Dayal Lundaye ialah bahwa mereka berasal dari pasangan suami istri, yaitu Yasai dan Timberrene. Yasai dipercayai sebagai leluhut yang menciptakan bumi dan tanah, sedangkan Timberrene ialah pencipta liku-liku airnya. Asala usul buki dengan segala isinya juga dipercaya orang Lundaye diciptakan oleg Yasai dan Timberrene.
<....